Transformasi digital menjadi hal yang wajib bagi perusahaan yang ingin terus berkembang di era ini. Namun kenyataannya, mayoritas perusahaan yang beradaptasi dengan transformasi digital justru mengalami kegagalan. Riset dari Boston Consulting Group menjelaskan 70% transformasi digital yang dilakukan oleh perusahaan tidak mencapai tujuannya, atau bisa dibilang gagal.
Kegagalan transformasi digital ini ternyata tidak hanya dialami oleh bisnis konvensional, bahkan perusahaan teknologi pun juga banyak yang mengalami kegagalan. Simak penyebab kegagalan transformasi digital dan bagaimana cara transformasi digital yang lebih efisien, agar perusahaan anda tidak perlu mengikuti jejak perusahaan yang gagal.
Mengapa Hanya 30% Perusahaan yang Berhasil Mencapai Target Transformasi Digital?
Menurut tim dari McKinsey, bagian tersulit dari transformasi digital bukanlah menentukan apa saja yang harus dilakukan, tetapi bagaimana melakukannya. Kurangnya keterlibatan karyawan atau employee engagement, dukungan dari tim manajemen yang kurang memadai, skill gap antara kemampuan karyawan dengan tools yang digunakan, kurangnya kolaborasi dan komunikasi antar divisi, dan kurangnya akuntabilitas adalah hal-hal umum yang sering ditemui pada perusahaan yang gagal menentukan bagaimana melakukan transformasi digital.
Beberapa penyebab kegagalan di atas mengindikasikan bahwa, faktor utama dalam kegagalan transformasi digital terletak pada manajemen dan kesiapan karyawan. Sehingga peran dari manajemen sangatlah krusial, terbukti dari riset yang menyebutkan jika perusahaan mampu mengikuti strategi dalam change management, mereka akan 6x lebih memungkinkan untuk memenuhi tujuan transformasi digitalnya.
Namun yang menjadi pertanyaan, bagaimana cara kita sebagai perusahaan menentukan strategi dan arah transformasi digital yang efisien? Di antara people - process - tools, manakah komponen bisnis yang harus diprioritaskan dalam transformasi digital?
Mari kita temukan jawabannya dari 2 perusahaan yang gagal dalam bertransformasi digital.
Belajar dari Kegagalan BlackBerry
BlackBerry atau yang dulunya dikenal dengan nama perusahaan Research In Motion (RIM) didirikan pada tahun 1984. BlackBerry meluncurkan ponsel genggam pertamanya di tahun 2000, namun pada tahun 2007 ketika iPhone pertama kali meluncurkan ponsel layar sentuh pertamanya dan Samsung serta pemain Android lain seperti HTC bermunculan, BlackBerry mulai mengalami penurunan interest dari pasar.
BlackBerry sempat menjadi raksasa ponsel yang memiliki lebih dari 85 juta pengguna dan menguasai 50% pasar penjualan ponsel di dunia. Namun kejayaan BlackBerry ini hanya bertahan sebentar, karena setelahnya BlackBerry kehilangan lebih dari setengah nilai pasarnya dalam 2 tahun.
Kegagalan BlackBerry yang paling diingat banyak orang kala itu karena kalah bersaing dengan inovasi Android dan IOS yang sedang berkembang pesat. Namun sedikit yang mengetahui bahwa dibalik kegagalan utama tersebut, BlackBerry sebenarnya gagal beradaptasi dengan teknologi dan gagal mengadaptasikan cara kerja dalam menghadapi pesaing.
Kedua penyebab sekunder ini justru merupakan inti dari transformasi digital, yaitu adaptasi teknologi dan adaptasi cara kerja.
BlackBerry terlihat mengabaikan teknologi yang ditawarkan oleh para kompetitornya, karena ia mengunggulkan fitur keyboard qwerty dan juga OS (operating systems) BlackBerry Messenger (BBM) yang menjadi keunikan mereka. Kurangnya antisipasi dalam melihat perkembangan kompetitor, fitur-fitur yang dibanggakan BlackBerry justru mampu digunakan dalam Android dan IOS sekalipun.
Belajar dari Kegagalan Yahoo!
Yahoo! merupakan search engine dengan pengguna terbanyak di tahun 2000 sebelum Google menjadi yang paling banyak digunakan saat ini. Kemunduran Yahoo! yang masif dimulai ketika Yahoo enggan diakuisisi oleh Google dan Facebook. Selain itu fitur-fitur dalam Yahoo! yang dimiliki oleh kompetitor search engine yang kurang diperhatikan oleh Yahoo! juga menjadi bumerang.
Kegagalan yang membuat Yahoo! dilupakan oleh penggunanya adalah ketika Google mampu digunakan dalam mobile, sedangkan Yahoo masih terbatas digunakan lewat desktop. Hal ini membuat Yahoo! Kehilangan fokus bisnisnya dalam menghasilkan revenue dan menargetkan market yang sesuai.
Teknologi yang dimiliki Yahoo! Tidak mampu menyelamatkan umur perusahaan ini karena kurangnya kejelasan fokus bisnis dan visi perusahaan.
Pentingnya memiliki visi bisnis dalam kompetisi yang masif juga menjadi hal yang patut diperhatikan, karena tanpa bisnis fokus yang jelas disertai target market yang tepat, perusahaan akan kesulitan untuk menentukan unique selling point yang ingin ditonjolkan.
Hal ini sering dilupakan oleh perusahaan yang melakukan transformasi digital, karena mayoritas bisnis hanya menargetkan untuk mengotomasi proses bisnis atau mengadaptasikan teknologi bagi customer, tanpa tahu apa tujuan yang utama dalam mengadaptasikan teknologi tersebut.
Penyebab 70% Perusahaan Gagal dalam Transformasi Digital
Ada banyak faktor penyebab mengapa perusahaan gagal memenuhi target transformasi digitalnya, namun dari sekian faktor ada 3 hal yang paling sering terjadi. Berikut adalah 3 penyebab utama mengapa perusahaan gagal mencapai target transformasi digital.
- Company Culture yang Tidak Ramah Perubahan dan Kolaborasi
Antony Edwards, COO Eggplant, mengatakan “banyak orang berpikir transformasi digital hanyalah seputar IT dan infrastruktur, kenyataannya tidak. Transformasi digital adalah tentang company culture, tentang DNA dan model bisnis.”
Perubahan kultur perusahaan adalah inti dari transformasi digital, kultur yang lebih berhasil adalah kultur yang mampu membuka perubahan dan kolaborasi. Karena terlepas dari perubahan pada produk, operasional, dan cara melayani customer; transformasi digital akan selalu melibatkan departemen yang berbeda untuk saling bekerjasama dengan cara yang lebih efektif.
Change management menjadi komponen kunci dalam mewujudkan perubahan kultur yang berhasil, karena change management akan secara tidak langsung menyaring orang-orang yang resisten dengan perubahan dan orang-orang yang mau beradaptasi untuk nantinya diberi kesempatan pelatihan atau kursus yang relevan dengan skillnya.
- Business Goals yang Kurang Jelas Berimbas pada Pemilihan Teknologi yang Salah
Perusahaan yang menerapkan transformasi digital tanpa tujuan yang jelas lewat fokus utama yang ingin dicapai, siapa target market yang ingin dituju, menjadi lebih agile atau lebih bermain aman, dan visi misi lainnya; hanya akan mengarah pada kegagalan.
Tanpa visi yang jelas, perusahaan juga akan berakhir dengan konsep kekurangan dana, akibat berusaha mengadaptasikan banyak teknologi yang belum tentu dibutuhkan oleh karyawan maupun dalam business process.
Tentukan business goals yang jelas sebelum menentukan inistiatif yang dikerjakan, karena inisiatif sebagus apapun akan berakhir dengan arah yang berbeda jika tidak dinaungi oleh arah yang jelas. Setelah itu barulah tentukan teknologi apa yang benar-benar dibutuhkan untuk mengefisiensikan pekerjaan dan meningkatkan pelayanan pada customer.
- Kurangnya Skill Digital pada Karyawan atau Tidak Mempekerjakan Talent yang Tepat
Gagal merekrut karyawan yang tepat, atau kurangnya kesiapan skill para karyawan untuk mendorong transformasi digital adalah; faktor kegagalan yang paling umum dimiliki banyak perusahaan.
Menemukan orang yang tepat dengan skill dan culture fit perusahaan anda memang menjadi tantangan yang cukup besar. Anda harus menemukan talent digital yang mampu menyadari apa yang kurang atau apa yang salah dari inisiatif yang sedang berjalan. Dengan demikian anda akan lebih mawas dalam menentukan strategi dan cara kerja yang lebih efektif.
Jika proses rekrutmen masih terbatas pada budget yang ketat, cobalah untuk mempertimbangkan employee training sebagai alternatif yang lebih hemat dan bersifat aplikatif. Karena karyawan yang benar-benar memahami pasar, kompetitor bisnis, dan cara melayani pelanggan adalah karyawan yang patut dipertahankan. Perusahaan dapat memberikan pelatihan skill digital yang dibutuhkannya untuk mendukung transformasi digital.
Prioritaskan Talent Development Sebagai Faktor Sukses Transformasi Digital
Sebuah studi dari McKinsey membuktikan, perusahaan yang berinvestasi dalam peningkatan skill karyawannya dengan internal training atau kursus yang relevan memiliki tingkat keberhasilan yang lebih tinggi dalam transformasi digital.
Penelitian ini juga membuktikan bahwa mayoritas permasalahan yang mengarah pada penyebab kegagalan dalam transformasi digital dapat diatasi mulai dengan mempersiapkan skill karyawan, baik di level eksekutor maupun manajerial.
Kultur perusahaan yang kolaboratif akan terbentuk ketika seluruh karyawan punya kemampuan yang setara, business goals akan terbentuk ketika level manajerial dapat menerjemahkan visi misi perusahaan dalam inisiatif yang jelas. Sehingga talent development dapat menjadi jawaban akan prioritas yang harus diinvestasikan terlebih dulu dalam proses transformasi digital.
Data di atas menunjukan perusahaan dapat memberikan beberapa bentuk talent development seperti:
- Leadership development program
- Skill development program seperti workshop, bootcamp, dan online learning
- Learning session antar karyawan
- Memberikan learning module untuk belajar secara mandiri
Semua bentuk talent development di atas dapat anda dapatkan dengan mudah dan disertai kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan anda lewat Digital Talent Accelerator (DTA) BINAR!
Bukan hanya sekedar pelatihan karyawan, DTA BINAR juga berfokus untuk membantu transformasi digital perusahaan anda lebih menyeluruh lewat layanan Digital Transformation. Konsultasikan kebutuhan perusahaan anda dan temukan solusi terbaik untuk transformasi digital perusahaan anda dengan mengisi formulir ini!
Transformasi digital menjadi hal yang wajib bagi perusahaan yang ingin terus berkembang di era ini. Namun kenyataannya, mayoritas perusahaan yang beradaptasi dengan transformasi digital justru mengalami kegagalan. Riset dari Boston Consulting Group menjelaskan 70% transformasi digital yang dilakukan oleh perusahaan tidak mencapai tujuannya, atau bisa dibilang gagal.
Kegagalan transformasi digital ini ternyata tidak hanya dialami oleh bisnis konvensional, bahkan perusahaan teknologi pun juga banyak yang mengalami kegagalan. Simak penyebab kegagalan transformasi digital dan bagaimana cara transformasi digital yang lebih efisien, agar perusahaan anda tidak perlu mengikuti jejak perusahaan yang gagal.
Mengapa Hanya 30% Perusahaan yang Berhasil Mencapai Target Transformasi Digital?
Menurut tim dari McKinsey, bagian tersulit dari transformasi digital bukanlah menentukan apa saja yang harus dilakukan, tetapi bagaimana melakukannya. Kurangnya keterlibatan karyawan atau employee engagement, dukungan dari tim manajemen yang kurang memadai, skill gap antara kemampuan karyawan dengan tools yang digunakan, kurangnya kolaborasi dan komunikasi antar divisi, dan kurangnya akuntabilitas adalah hal-hal umum yang sering ditemui pada perusahaan yang gagal menentukan bagaimana melakukan transformasi digital.
Beberapa penyebab kegagalan di atas mengindikasikan bahwa, faktor utama dalam kegagalan transformasi digital terletak pada manajemen dan kesiapan karyawan. Sehingga peran dari manajemen sangatlah krusial, terbukti dari riset yang menyebutkan jika perusahaan mampu mengikuti strategi dalam change management, mereka akan 6x lebih memungkinkan untuk memenuhi tujuan transformasi digitalnya.
Namun yang menjadi pertanyaan, bagaimana cara kita sebagai perusahaan menentukan strategi dan arah transformasi digital yang efisien? Di antara people - process - tools, manakah komponen bisnis yang harus diprioritaskan dalam transformasi digital?
Mari kita temukan jawabannya dari 2 perusahaan yang gagal dalam bertransformasi digital.
Belajar dari Kegagalan BlackBerry
BlackBerry atau yang dulunya dikenal dengan nama perusahaan Research In Motion (RIM) didirikan pada tahun 1984. BlackBerry meluncurkan ponsel genggam pertamanya di tahun 2000, namun pada tahun 2007 ketika iPhone pertama kali meluncurkan ponsel layar sentuh pertamanya dan Samsung serta pemain Android lain seperti HTC bermunculan, BlackBerry mulai mengalami penurunan interest dari pasar.
BlackBerry sempat menjadi raksasa ponsel yang memiliki lebih dari 85 juta pengguna dan menguasai 50% pasar penjualan ponsel di dunia. Namun kejayaan BlackBerry ini hanya bertahan sebentar, karena setelahnya BlackBerry kehilangan lebih dari setengah nilai pasarnya dalam 2 tahun.
Kegagalan BlackBerry yang paling diingat banyak orang kala itu karena kalah bersaing dengan inovasi Android dan IOS yang sedang berkembang pesat. Namun sedikit yang mengetahui bahwa dibalik kegagalan utama tersebut, BlackBerry sebenarnya gagal beradaptasi dengan teknologi dan gagal mengadaptasikan cara kerja dalam menghadapi pesaing.
Kedua penyebab sekunder ini justru merupakan inti dari transformasi digital, yaitu adaptasi teknologi dan adaptasi cara kerja.
BlackBerry terlihat mengabaikan teknologi yang ditawarkan oleh para kompetitornya, karena ia mengunggulkan fitur keyboard qwerty dan juga OS (operating systems) BlackBerry Messenger (BBM) yang menjadi keunikan mereka. Kurangnya antisipasi dalam melihat perkembangan kompetitor, fitur-fitur yang dibanggakan BlackBerry justru mampu digunakan dalam Android dan IOS sekalipun.
Belajar dari Kegagalan Yahoo!
Yahoo! merupakan search engine dengan pengguna terbanyak di tahun 2000 sebelum Google menjadi yang paling banyak digunakan saat ini. Kemunduran Yahoo! yang masif dimulai ketika Yahoo enggan diakuisisi oleh Google dan Facebook. Selain itu fitur-fitur dalam Yahoo! yang dimiliki oleh kompetitor search engine yang kurang diperhatikan oleh Yahoo! juga menjadi bumerang.
Kegagalan yang membuat Yahoo! dilupakan oleh penggunanya adalah ketika Google mampu digunakan dalam mobile, sedangkan Yahoo masih terbatas digunakan lewat desktop. Hal ini membuat Yahoo! Kehilangan fokus bisnisnya dalam menghasilkan revenue dan menargetkan market yang sesuai.
Teknologi yang dimiliki Yahoo! Tidak mampu menyelamatkan umur perusahaan ini karena kurangnya kejelasan fokus bisnis dan visi perusahaan.
Pentingnya memiliki visi bisnis dalam kompetisi yang masif juga menjadi hal yang patut diperhatikan, karena tanpa bisnis fokus yang jelas disertai target market yang tepat, perusahaan akan kesulitan untuk menentukan unique selling point yang ingin ditonjolkan.
Hal ini sering dilupakan oleh perusahaan yang melakukan transformasi digital, karena mayoritas bisnis hanya menargetkan untuk mengotomasi proses bisnis atau mengadaptasikan teknologi bagi customer, tanpa tahu apa tujuan yang utama dalam mengadaptasikan teknologi tersebut.
Penyebab 70% Perusahaan Gagal dalam Transformasi Digital
Ada banyak faktor penyebab mengapa perusahaan gagal memenuhi target transformasi digitalnya, namun dari sekian faktor ada 3 hal yang paling sering terjadi. Berikut adalah 3 penyebab utama mengapa perusahaan gagal mencapai target transformasi digital.
- Company Culture yang Tidak Ramah Perubahan dan Kolaborasi
Antony Edwards, COO Eggplant, mengatakan “banyak orang berpikir transformasi digital hanyalah seputar IT dan infrastruktur, kenyataannya tidak. Transformasi digital adalah tentang company culture, tentang DNA dan model bisnis.”
Perubahan kultur perusahaan adalah inti dari transformasi digital, kultur yang lebih berhasil adalah kultur yang mampu membuka perubahan dan kolaborasi. Karena terlepas dari perubahan pada produk, operasional, dan cara melayani customer; transformasi digital akan selalu melibatkan departemen yang berbeda untuk saling bekerjasama dengan cara yang lebih efektif.
Change management menjadi komponen kunci dalam mewujudkan perubahan kultur yang berhasil, karena change management akan secara tidak langsung menyaring orang-orang yang resisten dengan perubahan dan orang-orang yang mau beradaptasi untuk nantinya diberi kesempatan pelatihan atau kursus yang relevan dengan skillnya.
- Business Goals yang Kurang Jelas Berimbas pada Pemilihan Teknologi yang Salah
Perusahaan yang menerapkan transformasi digital tanpa tujuan yang jelas lewat fokus utama yang ingin dicapai, siapa target market yang ingin dituju, menjadi lebih agile atau lebih bermain aman, dan visi misi lainnya; hanya akan mengarah pada kegagalan.
Tanpa visi yang jelas, perusahaan juga akan berakhir dengan konsep kekurangan dana, akibat berusaha mengadaptasikan banyak teknologi yang belum tentu dibutuhkan oleh karyawan maupun dalam business process.
Tentukan business goals yang jelas sebelum menentukan inistiatif yang dikerjakan, karena inisiatif sebagus apapun akan berakhir dengan arah yang berbeda jika tidak dinaungi oleh arah yang jelas. Setelah itu barulah tentukan teknologi apa yang benar-benar dibutuhkan untuk mengefisiensikan pekerjaan dan meningkatkan pelayanan pada customer.
- Kurangnya Skill Digital pada Karyawan atau Tidak Mempekerjakan Talent yang Tepat
Gagal merekrut karyawan yang tepat, atau kurangnya kesiapan skill para karyawan untuk mendorong transformasi digital adalah; faktor kegagalan yang paling umum dimiliki banyak perusahaan.
Menemukan orang yang tepat dengan skill dan culture fit perusahaan anda memang menjadi tantangan yang cukup besar. Anda harus menemukan talent digital yang mampu menyadari apa yang kurang atau apa yang salah dari inisiatif yang sedang berjalan. Dengan demikian anda akan lebih mawas dalam menentukan strategi dan cara kerja yang lebih efektif.
Jika proses rekrutmen masih terbatas pada budget yang ketat, cobalah untuk mempertimbangkan employee training sebagai alternatif yang lebih hemat dan bersifat aplikatif. Karena karyawan yang benar-benar memahami pasar, kompetitor bisnis, dan cara melayani pelanggan adalah karyawan yang patut dipertahankan. Perusahaan dapat memberikan pelatihan skill digital yang dibutuhkannya untuk mendukung transformasi digital.
Prioritaskan Talent Development Sebagai Faktor Sukses Transformasi Digital
Sebuah studi dari McKinsey membuktikan, perusahaan yang berinvestasi dalam peningkatan skill karyawannya dengan internal training atau kursus yang relevan memiliki tingkat keberhasilan yang lebih tinggi dalam transformasi digital.
Penelitian ini juga membuktikan bahwa mayoritas permasalahan yang mengarah pada penyebab kegagalan dalam transformasi digital dapat diatasi mulai dengan mempersiapkan skill karyawan, baik di level eksekutor maupun manajerial.
Kultur perusahaan yang kolaboratif akan terbentuk ketika seluruh karyawan punya kemampuan yang setara, business goals akan terbentuk ketika level manajerial dapat menerjemahkan visi misi perusahaan dalam inisiatif yang jelas. Sehingga talent development dapat menjadi jawaban akan prioritas yang harus diinvestasikan terlebih dulu dalam proses transformasi digital.
Data di atas menunjukan perusahaan dapat memberikan beberapa bentuk talent development seperti:
- Leadership development program
- Skill development program seperti workshop, bootcamp, dan online learning
- Learning session antar karyawan
- Memberikan learning module untuk belajar secara mandiri
Semua bentuk talent development di atas dapat anda dapatkan dengan mudah dan disertai kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan anda lewat Digital Talent Accelerator (DTA) BINAR!
Bukan hanya sekedar pelatihan karyawan, DTA BINAR juga berfokus untuk membantu transformasi digital perusahaan anda lebih menyeluruh lewat layanan Digital Transformation. Konsultasikan kebutuhan perusahaan anda dan temukan solusi terbaik untuk transformasi digital perusahaan anda dengan mengisi formulir ini!